Catatan Deplingdimas


Bijak Moratorium Menggantung, setengah hati kah?

Pemahaman dan penguatan isu lingkungan tentang moratorium gencar dilakukan oleh Deplingdimas dalam rangka persiapan agenda Konferensi Lingkungan bertemakan Moratorium. Ingin menilik lebih jauh tentang kebijakan moratorium di Provinsi Riau khususnya dan Indonesia umumnya, deplingdimas melakukan diskusi lingkungan bagian kedua, mengingat kajian lingkungan bagian pertama dengan DISHUT Provinsi Riau yang dilaksanakan di gedung perpustakaan Universitas Riau Desember lalu tidak melengkapi data yang diinginkan. Diskusi lingkungan moratorium di barengi dengan isu perdagangan karbon, dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2011 lalu bertempat di kantor Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Sepuluh orang pengurus BEM Universitas Riau mengikuti diskusi dengan antusias. Tiga orang pemateri dipersiapkan oleh DISHUT diantaranya bagian pengawasan pengelolaan kawasan hutan, kepala seksi pengelolaan sumber daya hutan dan bagian pengelola perdagangan karbon mekanisme REDD. Diskusi berlangsung dari pukul 09.30 hingga 11.50 wib.

Dinas kehutanan Provinsi Riau merupakan instansi yang berperan dalam pengeloaan hutan Riau dalam rangka mewujudkan kelestarian fungsi hutan sebagai system penyengga kehidupan guna mendukung kesejahteraan rakyat. Dalam pengelolaan kehutanan Riau, DISHUT memiliki beberpa strategi diantaranya menyempurnakan prakondisi pembangunan kehutanan dengan peningkatan kegiatan inventarisasi dan evaluasi kondisi hutan, konservasi dan pelestariaan hutan, rehabilitasi hutan, penelitian kehutanan dan penyempurnaan aparatur dan sarana.  Beberapa kebijakan terkait permasalahan pengelolaan hutan di ambil oleh DISHUT Provinsi Riau termasuk masalah pemberian izin pembukaan lahan. Tetapi sejak tahun 2007 DISHUT tidak lagi menerbitkan izin konversi hutan alam. Pemberian izin langsung dikelola oleh pemerintah pusat.

Terhadap kebijakan moratorium yang seharusnya DISHUT mengambil peran dalam pengawasan kehutanan provinsi, mengaku belum menerima aturan tertulis apapun bentuknya dari pemerintah pusat pasca kebijakan moratorium yang diumumkan oleh SBY hingga moratorium diberlakukan 1 januari 2011 lalu. “ kami hanya mendengar kebijakan presiden SBY tentang moratorium yang diberlakukan selama dua tahun, namun aturan tertulis tentang petunuj  teknis pelaksanaan dan pengasawan moratorium belum ada kami terima. Sebenarnya kebijakan moratorium ini diambil dalam rangka kemitraan untuk berkontribusi dalam pengurangan signifikan emisi rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut antara Indonesia dan Nowergia dengan penandatanganan Letter Of Intent pada tanggal 26 Mei 2010, Nowergia sepakat mendukung upaya ini dengan cara memberikan kompensasi ke Indonesia satu miliar dolar AS” jelas lebar pak silahudin selaku pengelola REDD. Wacana moratorium belum terdengar untuk di sinkronkan dengan system perdagangan karbon, tetapi sepertinya pemerintah provinsi Riau tertarik dengan isu ini, hal ini dibuktikan adanya bagian perumusan system REDD di Provinsi Riau. Implementasi moratorium adalah penghentian pembarian izin baru atas konversi lahan dan hutan gambut yang menyebabkan terjadinya deforestasi. Pertanyaan mendasar dilontarkan, apa sebenarnya landasan kebijakan moratorium yang diambil dan setengah hatikan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar